Senin, 25 April 2016

Contoh Kasus Hukum Perikatan


Contoh Kasus Perikatan :
Kasus Surabaya Delta Plaza
Ø Kronologi Kasus
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya.  Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu.  Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture.  Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris.  Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan.  Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP), tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran.  Kesepakatan antara pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian.  Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya.  Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran.  Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali di akhir tahun 1991.  Namun pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) berpendapat sebaliknya.  Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP.  Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya.  Pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP), yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan itu.
Pihak pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) menutup COMBI Furniture secara paksa.  Selain itu, pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.


Ø Analisis Kasus
Setelah pihak PT. Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) mengajak Tarmin Kusno untuk berjualan di komplek pertokoan di pusat kota Surabaya tersebut, maka secara tidak langsung PT. Surabaya Delta Plaza (PT SDP) dan Tarmin Kusno telah melaksanakan kerjasama kontrak dengan dibuktikan dengan membuat perjanjian sewa-menyewa di depan Notaris. Maka berdasarkan pasal 1338 BW yang menjelaskan bahwa “Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” sehingga dengan adanya perjanjian/ikatan kontrak tersebut maka pihak PT. Surabaya Delta Plaza dan Tarmin Kusno mempunyai keterikatan untuk memberikan atau berbuat sesuatu sesuai dengan isi perjanjian yang telah dibuat.
Perjanjian tersebut tidak boleh dilangggar oleh kedua belah pihak, karena perjanjian yang telah dilakukan oleh PT. Surabaya Delta Plaza dan Tarmin Kusno tersebut dianggap sudah memenuhi syarat, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320 BW. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.      Suatu hal tertentu;
4.      Suatu sebab yang halal.
Perjanjian diatas bisa dikatakan sudah ada kesepakatan, karena pihak PT. Surabaya Delta Plaza dan Tarmin Kusno dengan rela tanpa ada paksaan dari pihak manapun untuk menandatangani isi perjanjian Sewa-menyewa yang diajukan oleh pihak PT. Surabaya Delta Plaza yang dibuktikan dihadapan Notaris.
Tapi ternyata Tarmin Kusno tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk membayar semua kewajibannya kepada PT Surabaya Delta Plaza, dia tidak pernah peduli terhadap tagihan – tagihan yang datang kepadanya dan dia tetap bersikeras untuk tidak membayar semua kewajibannya.  Maka dari itu Tarmin Kusno bisa dinyatakan sebagai pihak yang melanggar perjanjian.
Dengan alasan inilah pihak PT Surabaya Delta Plaza setempat melakukan penutupan COMBI Furniture secara paksa dan menggugat Tamrin Kusno di Pengadilan Negeri Surabaya. Dan jika kita kaitkan dengan Undang-undang yang ada dalam BW, tindakan Pihak PT Surabaya Delta Plaza bisa dibenarkan. Dalam pasal 1240 BW, dijelaskan bahwa : Dalam pada itu si piutang adalah behak menuntut akan penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perikatan, dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si berutang; dengan tak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu.
Dari pasal diatas, maka pihak PT Surabaya Delta Plaza bisa menuntut kepada Tarmin Kusno yang tidak memenuhi suatu perikatan dan dia dapat dikenai denda untuk membayar semua tagihan bulanan kepada PT Surabaya Delta Plaza.


ASPEK HUKUM DALAM EKONOM



1.       Apakah peranan hukum dalam ekonomi?
Jawab :
 Peranan hukum salah satunya adalah untuk mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek. Manusia melakukan berbagai kegiatan ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa melakukan semua itu sendiri, tetapi saling membutuhkan bantuan orang lain atau saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhannya. Sering kali di dalam transaksi tersebut tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara manusia yang berinteraksi. Oleh karena itu, agar tidak terjadi perselisihan harus terjadi kesepakatan bersama. Kegiatan ekonomi sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi. Hukum yang mengatur mengenai perekonomian Indonesia terdapat dalam pasal 33 UUD 1945.

2.       Apakah hukum juga berlaku di daerah pedalaman? Kalau tidak berlaku, lalu bagaimana hukum atau aturan di daerah pedalaman?
Jawab :
Ya, menurut saya hukum yang berada di daerah pedalaman. Karena pada dasarnya hukum itu ada dimana-mana baik di perkotaan maupun di daerah pedalaman sekalipun. Mengapa? Karena hukum berfungsi untuk mengatur mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan di masyarakat baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Apabila tidak ada hukum di suatu daerah, maka akan terjadi kekacauan. Oleh sebab itu, hukum dibuat agar menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antar anggota masyarakat. Lalu, bagaimana hukum atau aturan yang ada di daerah pedalaman. Hukum atau aturan yang ada di daerah pedalaman, mungkin saja berbeda dengan yang ada di daerah perkotaan. Biasanya hukum yang ada di daerah pedalaman itu sifatnya tidak tertulis atau bisa disebut sebagai hukum adat yang sudah turun-menurun dan harus di patuhi oleh semua masyarakat yang ada di daerah tersebut.

3.       Dapatkah seseorang itu kebal hukum?
Jawab :
Seseorang tidak dapat dikatakan kebal hukum, karena pada dasarnya hukum itu dibuat untuk dipatuhi. Siapapun yang melanggar pasti akan dijatuhkan sanksi. Tetapi, pengecualian pada duta besar, ada kekebalan sehingga tidak dapat menyeret duta besar tersebut di negara setempat. Karena pengadilan negara asalnyalah yang mengadili duta besar tersebut. Jadi, tidaklah dapat seseorang tersebut kebal hukum.